
Di tengah dinamika kehidupan modern, peran orang tua semakin kompleks. Selain bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak, orang tua juga harus menghadapi tuntutan pekerjaan, sosial, dan ekonomi. Fenomena yang dikenal dengan parental burnout atau kelelahan orang tua kini menjadi perhatian utama di banyak negara, termasuk Indonesia. Meskipun pembahasan tentang kelelahan orang tua ini semakin berkembang, pertanyaan mengenai bagaimana hal ini mempengaruhi pengasuhan dan kekerasan terhadap anak merupakan topik yang penting untuk dibahas.
Apa itu Parental Burnout?
Parental burnout adalah kondisi di mana orang tua merasa kelelahan emosional, fisik, dan mental akibat tekanan dalam menjalankan tugas pengasuhan. Parental burnout (PB) biasanya muncul dengan empat gejala utama: kelelahan, menjauh secara emosional dari anak-anak, merasa jenuh dengan peran sebagai orang tua, dan merasa berbeda dengan dirinya yang dulu sebelum menjadi orang tua.1 Kondisi ini tidak hanya membuat orang tua merasa cemas atau tertekan, tetapi juga dapat menyebabkan mereka menjadi lebih terisolasi, merasa tidak mampu, dan bahkan menunjukkan perilaku yang berbahaya, seperti kekerasan terhadap anak. Penelitian menunjukkan bahwa kelelahan ini dapat memengaruhi interaksi orang tua dengan anak, memperburuk hubungan keluarga, dan menambah risiko bagi kesejahteraan anak.
Tahapan Parental Burnout dan Kekerasan Terhadap Anak
Parental burnout umumnya dimulai dengan kelelahan yang terus-menerus. Kelelahan ini kemudian memicu munculnya gejala-gejala lainnya, seperti penjauhan emosional (emotional distancing) dan perasaan jenuh terhadap pengasuhan. Yang lebih mengkhawatirkan, gejala-gejala ini memiliki kaitan langsung dengan peningkatan perilaku kekerasan terhadap anak. Kelelahan orang tua tampaknya menjadi pemicu utama yang mendorong gejala-gejala tersebut, yang pada gilirannya memperburuk interaksi antara orang tua dan anak.2 Bagi orang tua yang sudah berada pada tahap kelelahan emosional, pengasuhan menjadi semakin berat, dan mereka cenderung menarik diri secara emosional dari anak-anak mereka. Hal ini dapat berujung pada perasaan frustrasi yang lebih besar, yang meningkatkan risiko perilaku kekerasan. Oleh karena itu, mengenali tanda-tanda awal parental burnout sangat penting, agar intervensi yang tepat dapat diberikan sebelum kondisi ini berkembang menjadi lebih parah.1
Parental Burnout di Indonesia: Faktor Budaya dan Sosial
Di Indonesia, tantangan yang dihadapi oleh orang tua dalam mengasuh anak sangat dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya. Tekanan untuk memenuhi harapan sosial mengenai peran orang tua, ditambah dengan keterbatasan dukungan sosial dan ekonomi, semakin memperburuk kondisi parental burnout. Budaya yang mengutamakan peran ibu sebagai pengasuh utama, ditambah dengan ketergantungan pada keluarga besar dalam mendukung pengasuhan, menciptakan beban yang sangat besar bagi orang tua yang mungkin tidak mendapatkan dukungan yang memadai.
Selain itu, masalah ketimpangan gender dalam pengasuhan masih menjadi isu penting di Indonesia. Banyak ibu yang merasa terbebani dengan tugas pengasuhan yang sangat menuntut, sementara peran ayah dalam mengasuh anak terkadang masih kurang mendapat perhatian. Semua faktor ini membuat kelelahan orang tua semakin sulit dihindari, dan dampaknya bisa lebih berbahaya bagi kesehatan mental orang tua dan anak-anak mereka.
Menghadapi Tantangan Parental Burnout di Indonesia
Penting bagi masyarakat Indonesia untuk lebih menyadari bahaya yang ditimbulkan oleh parental burnout. Salah satu langkah awal yang bisa dilakukan adalah meningkatkan kesadaran akan gejala-gejala kelelahan orang tua, seperti kelelahan emosional, perasaan jenuh, dan keterisolasian. Program-program pendidikan untuk orang tua, baik yang berbasis online maupun offline, dapat membantu orang tua mengenali tanda-tanda awal dan mencari dukungan yang dibutuhkan. Dukungan dari pasangan dan keluarga besar juga memainkan peran penting dalam mencegah parental burnout. Membagi tugas pengasuhan secara lebih adil dan melibatkan ayah lebih aktif dalam pengasuhan dapat mengurangi tekanan yang dirasakan oleh ibu.3 Selain itu, penyediaan layanan konseling atau dukungan psikologis bagi orang tua yang merasa kewalahan juga sangat diperlukan.
Peran Kesehatan Mental dalam Pengasuhan
Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya kesehatan mental, kini saatnya bagi Indonesia untuk lebih serius mengatasi masalah parental burnout. Penelitian menunjukkan bahwa pengurangan kelelahan emosional orang tua dapat mencegah gejala-gejala parental burnout lainnya yang berpotensi berbahaya. Dengan memberikan dukungan yang lebih baik kepada orang tua dan menciptakan lingkungan yang lebih mendukung pengasuhan, kita dapat membantu orang tua untuk lebih sejahtera dan menjaga kesejahteraan anak-anak mereka. Fenomena parental burnout adalah tantangan baru yang membutuhkan perhatian lebih. Dengan memahami akar masalah ini dan menyediakan dukungan yang tepat, kita dapat menciptakan generasi yang lebih sehat, baik bagi orang tua maupun anak-anak di Indonesia.
Sumber:
1. Schittek A, Roskam I, Mikolajczak M. Parental Burnout Stages and Their Link to Parental Violence: A Longitudinal Study. J Appl Dev Psychol [Internet]. 2024 Nov;95:101717. Available from: https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0193397324000868
2. Abidin FA, Fitriana E, Anindhita V, Agustiani H, Fadilah SH, Purba FD, et al. Parental burnout assessment: Validation in Indonesian parents. Ment Heal Prev [Internet]. 2024 Dec;36(May):200372. Available from: https://doi.org/10.1016/j.mhp.2024.200372
3. Puspitawati H, Riany YE. Modul Akademi Keluarga Hebat Indonesia Kelas 1000 Hari Pertama Kehidupan. Jakarta: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia IPB; 2018.